Mengubah Mindset Dunia Pendidikan




MENGUBAH MINDSET DUNIA PENDIDIKAN
*) ISTIANA
 
 
Bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional,  tanggal 2 Mei 2017 anak-anak kita kelas IX SMP sedang melaksanakan tugas mulia yang menentukan nasib mereka kelak ke jenjang yang lebih tinggi. Kadang terpikir untuk apa semua ini? Mengapa mencari sekolah hanya ditentukan oleh jumlah nilai ujian nasional yang notabenenya hasil jerih payah selama 3 tahun hanya ditentukan oleh 4 hari untuk mendapat sekolah yang baik (belum tahu juga baik dalam konteks yang bagaimana) ? Setiap ada tugas menjadi pengawas Ujian Nasional yang sekarang lebih dikenal  dengan sebutan UNBK, UNKP dan entah apalagi, yang muncul dalam benak saya adalah apakah soal-soal yang mereka (anak-anak didik kita) kerjakan bisa bermanfaat bagi kehidupan mereka kelak? Anak-anak dituntut memperoleh nilai yang bagus untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi, agar mendapat sekolah yang baik, setelah itu dituntut lagi mendapat nilai yang baik lagi begitu seterusnya sampai mereka selesai sekolah ataupun kuliah, selalu dituntut nilai....nilai....nilai. Yang harus kita pertanyakan dalam diri kita adalah apakah pengukuran soal untuk mendapatkan nilai itu bermafaat untuk kehidupan selanjutnya? Saat mereka bekerja? Apakah fungsi dan tujuan sekolah sudah sesuai dengan kebutuhan yang kelak akan digunakan sebagai bekal hidup? Pendidikan seharusnya jangan hanya berupa angka atau nilai.
Dalam konteks yang ideal pendidikan bukanlah tempat mencetak ijasah. Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa dunia pendidikan kita masih pada level percetakan ijasah belaka, belum mencapai tingkat pembentukan life skill yang sebenar-benarnya enterpreaneur dan leadership yang kelak sangat dibutuhkan dalam kehidupan nyata, sehingga paradigma terhadap fungsi pendidikan harus diubah. Pendidikan yang tentu saja disamping sebagai ajang pembentukan special skill yang kelak akan menjadikan seseorang sebagai guru, tukang, dokter, insinyur, seniman, sopir, peneliti atau apa saja, juga harus mencakup ketiga komponen diatas. Sehingga apapun profesinya bisa dikerjakan secara profesional.
Jumlah pengangguran di Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya. Banyak penilaian yang menyorot pada pemerintah, karena tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan, kurang mampu mengatur perekonomian, padahal sebetulnya bukan itu. Pikiran dasar  setiap orangtua dari dahulu sampai sekarang  selalu menginginkan dan bangga jika anaknya menjadi karyawan di perusahaan bonafit, menjadi pegawai negeri, menjadi pejabat. bukan berusaha untuk menjadi pengusaha ataupun wiraswasta. Memang sangat memerlukan waktu yang lama, kerja keras dan keuletan untuk bisa menjadi pengusaha yang sukses, berhasil di bisnis.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut sangat diperlukan adanya perubahan mindset dunia pedidikan. Mindset dapat diartikan sebagai cara berfikir, motivator, belief, kunci sukses. Dalam kamus Encarta, mindset dapat diartikan beliefs that affect somebody`s attitude; a set of beliefs or a way of thinking that determine somebody`s behavior and outlook ( kepercayan-kepercayaan yang mempengaruhi sikap seseorang; sekumpulan kepercayaan atau suatu cara berpikir yang menentukan perilaku dan pandangan, sikap dan masa depan seseorang).
Dari penjelasan diatas, dapat diartikan bahwa mindset adalah kepercayaan (belief) dalam arti yang sangat universal, atau dapat juga dikatakan sebagai sekumpulan kepercayaan (set of beliefs), atau cara berfikir yang sangat berpengaruh terhadap tingkah laku (behavior) dan sikap (attitude) yang akhirnya akan menentukan level keberhasilan dalam hidup.
Dari kenyataan diatas, secara praktis dalam dunia pendidikan, penggunaan model-model pembelajaran konstruktifistik sangat diperlukan sebagai pembiasaan memecahkan masalah, bekerjasama dengan teman sebagai memupuk rasa sosialisme. Tentu saja tidak lepas dari penguasaan materi sebagai bekal yang harus dimiliki setiap individu. Keberanian berbicara, keberanian mengungkapkan pendapat, santun dalam berdiskusi, legawa menerima hasil diskusi merupakan modal dasar pembentukan soft skill yang harus dimiliki oleh setiap manusia untuk memecahkan masalah dalam kehidupanya. Model RTPS (Round Table Problem Solving) misalnya, dalam satu meja anak dididik untuk memecahkan masalah secara berdiskusi, debat, mengajukan pendapat, dan mempertahankan pendapat, selain bisa legawa menerima hasil keputusan bersama walaupun tidak sesuai dengan pendapatnya. Model Jigsaw sebagai salah satu model dimana setiap anak berperan sebagai anggota kelompok, kemudian menjadi anggota tim ahli di setiap bidang masing-masing, mengkomunikasikan kembali dengan kelompoknya, harus bisa berbicara, memberi penjelasan secara ilmiah, menyimpulkan dan menguasai setiap materi yang diamanatkan kepadanya.
Penerapan setiap model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi yang diajarkan, memang betul-betul mendidik siswa untuk bisa memecahkan dan mengatasi kesulitan secara berkelompok, baik itu kelompok kecil maupun secara klasikal. Ceramah murni, tanya jawab murni, diskusi murni, sudah tidak relevan lagi sekarang. Komunikasi dua arah antara murid dan guru yang dilakukan secara konvensional kurang menguntungkan bagi dunia pendidikan sekarang. Tetapi kolaborasi multi metode yang terbentuk ke dalam berbagai jenis model pembelajaran kronstruktifistik akan sangat bermanfaat bagi kehidupan anak-anak didik kita kelak. Tentu semua tidak akan lepas dari kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dan semua bisa saling melengkapi. Semoga semakin jaya dunia pendidikan kita.

Komentar

Postingan Populer